Jumat, 07 Februari 2014

PERSPEKTIF MARIA MONTESSORI

Maria Montessori lahir di Chiaravalle, Italia. Pada tahun 1896, dia menjadi wanita pertama yang mendapatgelar Doctor of Medicine. Montessori seperti yang dikutip oleh Soejiono sangat berminat terhadap masalah pendidikan anak yang tergolong terbelakang. Setelah lulus dari kedokteran, ia bekerja di kinik Psikiater Universitas Roma.
Dari pekerkjaannya itu, Montesorri meyakini bahwa semua anak dilahirkan dengan potensi luar biasa, yang hanya bisaberkembang jika orang dewasa memberikan stimulus yang tepat pada tahun-tahun pertama kehidupan mereka.
Montessori memulai pekerjaannya dengan mengajarkan cara membantu pekerjaan sehari-hari pada anak yang lebih besar. Di luar dugaan, anak-anak usia tiga dan empat tahun sangat senang mempelajari keterampilan hidup sehari-hari.
Setelah menghabiskan banyak waktu untuk mengamati dan berinteraksi dengan anak-anak, Montessori mengambil kesimpulan bahwa anak-anak melewati beberapa tahap perkembangan, dan setiap tahap ditandai dengan kehendak, minat, dan cara berpikir tertentu. Ia juga mengemukakan bahwa anak memiliki logika sendiri dalam setiap tahap perkembangan, dengan aktivitas kesukaan dan kecenderungan alami tertentu dalam berperilaku.
Montessori mengamati cara anak-anak bereaksi terhadap lingkungan yang tenang dan teratur di mana semua benda memiliki tempat sendiri. Ia melihat anak-anak belajar mengendalikan gerakan mereka, dan menangkap ketidaksukaan mereka saat ketenangan itu terganggu bila ada yang tersandung atau menjatuhkan sesuatu. Ia memberikan kesempatan kepada mereka mengembangkan kemandirian, dan menyadari adanya peningkatan harga diri serta rasa percaya diri pada anak-anak saat diajari dan diberi semangat untuk melakukan sesuatu bagi diri mereka sendiri.     
Di kelas itu pula, Montessori melakukan pengujian ide-ide baru dan perbaikan-perbaikan metode mengajarnya. Ujung dari perjalanan panjang penelitiannya tersebut, Montessori menemukan beberapa masa peka anak yaitu sebagai berikut.
Usia (Tahun)
Periode Kepekaan
Ciri perkembangan masapeka
0 – 3
Kepekaan keteraturan
Masa penyerapan total: perkenalan dan pengalaman panca indera sensorik
0 – 6
Kepekaan bahasa
Kemampuan menangkap makna kata atau symbol dan bahasa, lengkap dengan gramatikanya.
1,2 – 1,5
Kepekaan berjalan
Masa penyempurnaan gerakan kaki dan berjalan dengan kokoh.
3 – 6
Kepekaan terhadap kehidupan social
Anak menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari teman kelompoknya.
2,5 – 6
Kepekaan terhadap detail
Penyempurnaan penggunaan panca indera, dimana anak menaruh perhatian pada objek-objek kecil.
4 – 6
Kepekaan terhadap pelajaran
Anak telah siap menerima pelajaran dan memahaminya dengan akal sehatnya.

Agar dapat mengembangkan masa peka anak tersebut diperlukan pendidikan usia dini yaitu perhatian secara penuh terhadap kebiasaan dan pengetahuan anak, lingkungan pembelajaran yaitu kesesuaian antara bermain dan belajar dengan lingkungannya, peran guru yaitu guru berperan sebagai fasilitator artinya guru harus melayani kebutuhan anak.
A. Esensi Montesori
Esensi metode  pendidikan Montessori meliputi empat hal yaitu sebagai berikut :
1.    Semua pendidikan adalah pendidikan diri sendiri.
Menurut Montessori, segala bentuk keberhasilan dan perkembangan jasmani dan rohani anak adalah hasil dari belajarnya sendiri.
2.    Kebebasan
Dalam proses belajar mengajar, anak didik harus diberi kebebasan seluas-luasnya. Guru tidak boleh memaksakan materi tertentu kepada anak, walaupun materi tersebut sangat penting.
3.    Ketertiban
Tertib dalam panadangan Montessori adalah bukan aturan ketat yang seringkali membelenggu kebebasan anak didik. Tertib bukan ditegakan dengan hukuman apalagi ancaman tidak naik kelas.
4.    Pengembangan Indera
Menurut Montessori, masukna segala penegrtian dan konsep – konsep dalam pikiran anak adalah indra semata. Dalam hal ini, Montessori menempatkan indra sebagai “gerbang” jiwa anak. Jadi segala hal yang diajarkan kepada anak harus berupa aktifitas secara konkret dan jelas.
B.   Pandangan Montessori
Montessori telah merumuskan sejumlah teori mengenai belajar pada masa usia dini. Beberapa pandangan dan prinsip Montessori dalam mengembangkan pendidikan anak usia dini dapat dicermati dari beberapa falsafah berikut ini:
1.    Anak usia dini tidak seperti orang dewasa, mereka terus menerus berada dalah keadaan pertumbuhan dan perubahan, dimana pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
2.    Anak usia dini senang sekali belajar ‘selalu ingin tahu dan mencoba’. Tugas orang dewasa adalah mendorong, member kesempatan belajar dan membiarkan anak belajar sendiri.
3.    Pikiran anak yang masih kecil mempunyai kemampuan besar untuk menyerap berbagai pengalaman. Masa yang paling penting adalah masa pada rentang usia sejak lahir sampai umur 6 tahun.
4.    Anak usia dini menyerap hampir semua yang dipelajarinya dari lingkungan.
5.    Anak mempelajari banyak dari gerakan-gerakan, ia membutuhkan kesempatan untuk bergerak, bereksplorasi, belajar melalui alat inderanya.
6.    Anak melewati masa-masa tertentu dalam perkembangannya dan lebih mudah untuk belajar, yang disebut dengan periode sensitive untuk belajar.
7.    Semakin banyak kesempatan anak mengirimkan rangsangan-rangsangan sensori ke otak, maka semakin berkembang kecerdasannya.
8.    Anak paling baik belajar dalam situasi kebebasan yang disertai disiplin diri. Anak harus bebas bergerak dan memilih kegiatan yang disenanginya di dalam kelas dengan disertai disiplin diri.
9.    Orang dewasa khususnya guru tidak boleh memaksakan anak untuk belajar sesuatu, dan tidak boleh mengganggu apa yang sedang dipelajari anak.
10. Anak harus belajar sesuai dengan taraf kematangannya, tanpa paksaan untuk menyesuaikan atau menjadi sama dengan anak lain.
11. Anak mengembangkan kepercayaan pada dirinya bila ia berhasil melaksanakan tugas-tugas sederhana.
12. Bila anak diberi kesempatan untuk belajar pada saat sudah siap ‘matang’ untuk belajar, dia tidak saja akan dapat meningkatkan kecerdasannya tetapi juga akan merasakan kepuasan, menambah kepercayaan diri dan keinginan untuk belajar lebih banyak. 

DAFTAR PUSTAKA

Montessori, Maria, edited by Lee Gutek Gerald. Metode Montessori. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Elizabeth G. Hainstock. Kenapa Montessori?. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1999.

A.Ghazali M, Manan Abdul & Ronoandojo Jassin I. Sistem Kerdja Dr. Maria Montessori. Djakarta: Ganaco N.V. 1971.

Montessori, Maria. The Discovery Of the Child. New York: Ballantine Books, 1990.


Morrison, S George. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Cet. 1, Jakarta, 2012.

Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2011.

Suyadi & Mauldya Ulfah. Konsep Dasar PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Suyadi. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia, 2010.

HAKIKAT MATEMATIKA AUD


HAKIKAT MATEMATIKA PADA ANAK USIA DINI

1.    Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148).[1]
Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis. Menemukan dan mengungkapkan keteraturan atau urutan ini dan kemudian memberi arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. [2]
Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir.[3] Sejalan dengan pendapat tersebut Morris Kline mengemukakan bahwa matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematikan memberikan bahasa, proses, dan teori, yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.[4]
Dilihat dari segi bahasa Suriasumantri menyatakan bahwa, matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan.[5] Paparan tersebut menunjukkan bahwa matematika berkenaan dengan struktur dan hubungan berdasarkan konsep abstrak, sehingga dibutuhkan simbol untuk dapat mengoperasionalkan aturan dari struktur dan hubungan tersebut dengan operasi yang telah diterapkan sebelumnya. 
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna, serta memiliki pola keteraturan dan urutan logis. Menekankan pada kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), memiliki fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan serta fungsi teoretis untuk memudahkan berpikir.
Liebeck mengemukakan ada dua macam hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning). Berdasarkan hasil belajar matematika semacam itu maka Lerner mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen, (1) konsep, (2) keterampilan, dan (3) pemecahan masalah.[6]
Matematika berupaya menjadikan siswa sebagai pengguna kreatif matematika dalam situasi kehidupan dan tempat keja tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengingat kembali hasil penjumlahan dan produk perkalian dengan cepat.

2.    Fungsi Matematika
Djojosuroto mengemukakan beberapa fungsi matematika, yaitu sebagai berikut:
a.    Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari dari serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Dalam hal ini dapat dikatan bahwa matematika adalah bahasa yang menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
b.    Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak disadari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat di dalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran).
c.    Matematika untuk ilmu alam dan ilmu sosial
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Fungsi matematika sangat penting dalam perkembangan berbagai macam ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberika inspirasi kepada pemikiran di bidang social dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna pada kegiatan arsitektur dan seni lukis. Kontribusi matematika dalam ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambing-lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran, disamping hal lain seperti bahasa, metode dan lainnya. [7]

3.    Matematika pada anak usia dini
Dalam proses pembelajaran matematika pada anak usia dini pengembangan konsep pengetahuan matematika terdiri dari mengenal konsep bilangan, pola dan hubungan, geometri, pengukuran, dan pengumpulan data.[8]
Konsep bilangan adalah suatu hal yang dasar dalam pengembangan pengetahuan matematika, dalam kegiatan sehari-hari anak sering sekali melafalkan bilangan hal ini adalah langkah awal dalam mengenal konsep bilangan. Dalam proses mengenal konsep bilangan, anak akan mulai mempelajari bagian dari konsep bilangan selanjutnya yaitu menghitung, korenpondensi satu-satu, membandingkan, mengenal simbol angka.[9] Pemahaman bilangan membantu anak untuk mempertimbangkan jumlah dan pengukuran serta pemahan bahwa bilangan akhir pada saat ia menghitung benda dinamakan jumlah yang terdapat dalam suatu kelompok.
Pola adalah mengulang desain sesuatu (warna, balok, crayon, buku) atau suatu kelompok benda. Pola dapat kita temui dimanapun di lingkungan sekitar. Selanjutnya saat lebih dari dua benda disamakan, proses ini dinamakan mengurutkan atau menyusun.[10] Seorang guru dapat memperkenalkannya dengan manik-manik kemudian menyusun sesuai warna merah-biru, biru-merah, dan anak dapat mengikutinya. Setelah pengenalan pola sederhana kemudian anak dapat menyalin pola yang ia lihat. 
Pemahaman ruang merupakan bagian dari geometri yaitu kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Pemahaman ruang meliputi: menjelaskan arah (kiri, kanan), posisi (depan, belakang, atas, bawah), menggambar dan menjelaskan posisi dan ruang.[11]
Aktivitas pengukuran membantu anak untuk mengembangkan kemampuan anak dalam membuat perbandingan dan mengidentifikasi urutan. Kemampuan ini berkaitan dengan objek konkret baik dan untuk konsep-konsep seperti waktu yang sangat abstrak bagi anak.[12] Dalam kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menggunakan penggaris, jengkal tangan, buku dan benda-benda konkret lainnya untuk melakukan pengukuran.
Anak memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan mengatur informasi untuk tujuan mereka sendiri. Anak-anak mulai menyortir, mengklasifikasi dan membandingkan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka, mereka mulai mencari cara untuk mengatur informasi atau data dalam rangka untuk menggunakannya dengan cara yang bermakna. Anak-anak menggunakan pengalaman untuk mengumpulkan dan mengelola informasi, mereka juga mulai mengeksplorasi cara-cara untuk mewakili dan menafsirkan.[13]
Sepuluh standar Nasional Council Theachers of Mathematics (NCTM) mengidentifikasi pemahaman dan kompetensi matematika sebagai bilangan dan operasinya, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data dan probabilitas, penyelesaian masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi dan representasi.  Di tingkat pra-TK hingga kelas 2 semua siswa harus: (1) Mengurutkan, mengklasifikasi, dan menata benda berdasarkan ukuran, angka dan property lain; (2) Mengenali, mendeskripsikan, dan memperluas pola seperti urutan bunyi dan bentuk atau pola numerik sederhana dan menerjemahkan dari satu representasi ke representasi lain; (3) Menganalisis cara menghasilkan pola pengulangan dan pertumbuhan.[14]
Kemampuan membilang dan mengenal lambang bilangan merupakan dasar untuk mengoperasikan bilangan nyata yang sederhana. Kemampuan mengoperasikan bilangan pada anak akan terwujud ketika anak sudah memahami betul angka dan bilangan dimulai dari lingkungan terdekatnya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai penjumlahan dan pengurangan.
Operasi bilangan termasuk dalam hubungan matematis, setelah anak mampu berhitung, anak akan menyampaikannya secara matematis. Hubungan matematis menghubungkan konsep dan prosedur, matematika dengan kehidupan sehari-hari. Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan operasi penjumlahan dan pengurangan pada anak, diperlukan pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif untuk berinteraksi dalam proses pembelajarannya.
Tujuan pengenalan matematika pada anak usia dini adalah agar anak mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung/ matematika, sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih komplek. Secara khusus tujuannya adalah (1) agar anak dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-gambar atau angka-angaka yang terdapat di sekitar anak; (2) dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung; (3) memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang tinggi; (4) memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa terjadi di sekitarnya; (5) memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.[15]
Cockroft mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang manantang.[16]
Dari beberapa uraian di atas, matematika untuk anak usia dini adalah kemampuan/ keterampilan anak dalam mengaplikasikan konsep-konsep matematika yakni: mengenal konsep bilangan, pola dan hubungan, geometri, pengukuran, dan pengumpulan data, serta bentuk untuk memecahkan suatu masalah yang diwujudkan dalam pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Djojosuroto, Kinayanti. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Pubisher, 2007.


Irawan, Dedy. Pentingnya Matematika Untuk AUD (http://sy-dedy.blogspot.com/2012/11/pentingnya-matematika-untuk-aud.html, diakses tanggal 4 Desember 2013, pukul 19.10WIB)

Kemendiknas. Pengembangan Konsep Pengetahuan Matematika. Jakarta: Direktorat PAUD, 2010.

Morrison, George S. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2012.

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor, 1999.

_______. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007.